Senin, 29 Desember 2014

Untuk Seseorang

Selamat malam kamu yang kini sudah punya kehidupan baru tanpa aku. Bagaimana kabarmu? Semoga kau baik-baik saja. Maaf, malam ini aku terasa sepi, karna tak ada lagi yang menemaniku di ujung telefon sebelum tertidur. Ya, aku merindukan itu. Bodoh bukan. Baru saja dua malam kebiasaan itu hilang aku terlihat begitu tidak terbiasa. Sementara, sudah sangat jelas tak bisa lagi kita lakukan itu bukan hanya untuk malam kemarin, malam ini atau malam esok saja, tapi untuk saat ini hingga nanti (entah kapan itu) kebiasaan itu tidak akan ada lagi. Karna kini malam mu telah ada yang menemani.Aku iri padanya, ingin rasanya aku yang berada di sampingmu saat kau menutup mata malam hari dan membuka mata di pagi hari.

Ohya, bahagiakah kau kini dengannya,? Adakah ia menjaga dan merawatmu dengan baik,? Adakah kau mengingatku (meski sepintas) saat kau bersamanya,? (pertanyaan bodoh.!) Meski aku merasakan perih yang teramat perih, namun aku harus berusaha bahagia jika benar kau bahagia dengannya. Aku harus tersenyum (meski pipiku basah dan mataku sembab) melihat kau tersenyum bahagia menceritakan kehidupan barumu dengannya.

Meski kau bukan yang terbaik, namun kau adalah yang terindah walau banyak menoreh luka. Karna banyak cerita indah yang kita ukir bersama. Karena dari mu aku belajar tentang menguatkan hati sendiri, tentang ketulusan dan keihlasan, tentang merelakan dan melepaskan, dan tentang menikmati luka.

Mungkin saat ini akan banyak orang mengatakan aku begitu bodoh. Karna aku masih punya rasa cinta yang cukup besar untuk orang yang nyatanya begitu menoreh luka untuk ku. Tapi, yang ku tahu dan ku rasa, cintaku tak berkurang sama sekali. Meski mata selalu basah ketika melihat kenyataan ini semua.

Jika Tuhan mendengar dan mau mengabulkan do'a ku. Aku ingin suatu saat nanti (entah kapan itu) akan ada waktu ku tagih janjimu untuk membuat aku bahagia, karna hingga saat kau akan memulai hidup baru mu, hal yang selalu kau sesali adalah kau masih belum membahagiakanku. Aku harap waktu itu ada (meski sangat mustahil). Karna aku percaya, semua Tuhan yang punya rencana. Kini, kuserahkan semua padaNya. Hingga waktunya tiba, indah rencanaNya menjadi nyata.

Semau dan Semampu Hatiku

Tak pernah terbayangkan aku bertemu dengannya..
Tak pernah terbayangkan aku berkenalan dengannya..
Tak pernah terbayangkan aku dekat dan akhirnya menjatuhkan pilihanku padanya..

Awal memulai biasa saja..
Namun lama kelamaan menjadi terbiasa..
Rasa yang tumbuh semakin terpupuk..

Hari-hari dilalui dengan sepenuh hati..
Berusaha menjaga, mengerti dan memahami..
Susah, sedih, senang, bahagia, semua punya cerita yang begitu berarti..

Luka,? ada..
Banyak,? cukup banyak..

Namun seolah terbiasa berjalan di atas luka-luka itu..
Semua dinikmati meski terkadang harus berurai air mata..

Hilangkah rasa itu,? tidak..
Lalu,,? Mungkinkah bertambah,?
Entahlah..
Yang ku tahu, semua kujalani semau dan semampu hati ku..

Jika yang kudapat masih saja luka,,
Suatu saat, kupercaya pasti ada obatnya..

Senin, 22 Desember 2014

Bukan Tangisan Tapi ini Air Mata



Malam ini, setelah kupastikan kau terlelap dalam tidur mu dan kututup telfonku, mata ku basah. Ada air yang mengalir dari sana. Tangisankah..? tidak.. bukankah aku sudah berjanji padamu kalau aku tidak akan menangis. Bahakan pada diri sendiripun aku berjanji bahwa aku tidak akan menangis..

Ini hanya air mata.. ya, mungkin mataku lelah setelah ku ajak berputar menyusuri cerita kita yang lalu, menyusuri goresan-goresan lukaku. Ya, mataku lelah karna ku ajak bekerja terlalu keras untuk melihat itu semua. Karna aku terlalu memaksanya untuk menatap kenyataan sehingga membuatnya perih dan mengeluarkan air. Bahkan terlalu lelahnya sehingga air itu terus turun dan membasahi pipiku..

Tak apa, jangan khawatir.. biarkan saja ia habiskan air ini sampai aku terlelap. Biarkan air ini temani tidurku malam ini. Karna dengan begini ia bisa lepaskan lelahnya karna kupaksa bekerja begitu keras. Lagipula ini bukan tangisan, ini hanya air mata.. :’)  

Jumat, 19 Desember 2014

Pelukan Terakhir



Perjalanan kita selesai, akhirnya aku sampai mengantarmu ke ujung jalan kita ini. Kita haeurs berpisah disini. Harus! Karna kau tlah sampai pada tujuan mu. Kini saatnya, genggaman ini kita lepas dan kita ganti dengan lambaian tangan. Tapi, sebelum kita benar berpisah, izinkan aku memelukmu untuk terakhir kali. Ya, semacam pelukan perpisahan. Karna nanti tak bisa lagi aku rasakan peluk itu, aka nada orang lain yang berkuasa atas peluk itu, ia yang sangat berhak untuk itu.

Izinkan aku dapat peluk terakhir itu, anggap saja itu sebagai ucapan terimakasih dari mu untuk ku yang telah mau menemani perjalananmu. Anggap itu sebagai tanda terakhir tugas ku selesai. Beri aku pelukan sedikit lebih lama dari biasanya. Karna nanti setelah ini tak bisa lagi kurasakan peluk itu.

Kamis, 18 Desember 2014

Sebentar Saja Lihat.



Perputaran waktu yang terjadi,
Kadang tidak bisa mengatur siapa yang akan pergi dan tiba-tiba datang.
Tidak bisa mengatur siapa yang jatuh hati dan patah hati.
Tidak mungkin, ya tidak.

Tapi coba lihat sebentar, 
Dia hadir saat hati merasakan kebas karna kata cinta.
Dia hadir saat raga menolak menaruh harapan kembali.
Dia pun hadir saat pikiran membeku tak berharap maju.

Ya, dia seperti kejutan yang memang diberikan langsung oleh tangan Tuhan. 
Tuhan tau aku tak mampu berdiri menjaga imbangnya sakit, perih dan hancur seorang diri.
 
Dia dengan kesederhanaannya,
Hanya mengetuk pelan hati dan pikiran tanpa meruntuhkan ego yang aku buat sendiri.
Indah memang, tanpa tau ini rencana dan cara tuhan untuk menyatukan.
Tapi sebentar saja lihat, ini aku sudah berada tepat dibelakangmu.rangkunglah.

-bertuah, ramadhani

Senin, 15 Desember 2014

Perkara Memiliki

Pada hakikatnya, apa yang kita miliki bukanlah milik kita sepenuhnya. Semua hanya titipan, dan titipan suatu saat pasti akan diambil kembali oleh yang empunya. Karenanya, tak perlu kita terlalu menggenggam erat, tapi juga jangan dilepas.

Tak perlu digenggam erat, adalah untuk menjaga agar kita tak begitu merasa sakit karna itu pasti akan terlepas. Jangan dibiar terlepas, karena kita juga perlu menjaga apa yang menjadi milik kita meski sementara.

Jadi, perkara memiliki, yang harus dilakukan adalah menjaga, serta menyadari bahwa itu adalah titipan. Jangan dirusak, tapi buatlah menjadi lebih baik. Agar suatu saat akan terkenang bahwa kita pernah menjaga titipan itu dengan baik. Bahwa setidaknya, bersama kita titipan itu tidak sia-sia..

Ayah, ajar dan sandarkan aku.


Yah, tau kenapa aku berbalik ?
Yah, tau kenapa aku merunduk ?
Banyak yang aku belum paham untuk setiap kata yang aku lontarkan
Apa iya kesimpulan selalu muncul dalam satu kali bertatap?
Apa iya kesempatan berubah baik dihadang persepsi negatif?
Apa iya sikap mendasar selalu menyakitkan?
Coba  beri satu jawaban yang menenangkan, yah.
Kehidupan yang aku lalui kadang selalu mempermainkan dan seolah menertawakan aku
Apa iya manis berucap belum tentu manis pikiran?
Kenapa hanya aku yang menganggap baik di setiap sisi kehidupan?
Kenapa hanya aku yang merasa semua akan baik-baik saja?
Kenapa yang menenangkan justru yang paling kuat menentang?
Aku coba mengumpulkan setiap persepsi dari sisi baik buruknya. Tapi aku tak ahli menemukan.
Ayah.. coba berbalik sebentar dan sandarkan aku di bahu yang kelak akan bisa menggantikan mu.

-bertuah, ramadhani




                                                                                                                                      

Sang Pemilik

Ia Sang Pemilik,,
Pemilik jiwa-jiwa yang ada di bumi ini..
Semua yang menjadi milikNya,,
Akan kembali padaNya..
Meski tak tahu kapan,,
Tapi itu pasti..
Semua dalam kuasaNya..
Siap tidak siap, harus siap..!
Yang perlu dilakukan hanyalah mempersipakan diri..
Jika Sang Pemilik akan mengambil apa yang menjadi milikNya kembali..